Kamis, 27 Oktober 2011

Reformasi Birokrasi Pelayanan


REFORMASI BIROKRASI PELAYANAN


Pendahuluan

Reformasi birokrasi bertujuan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga bisa memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada masyarakat banyak. Di sisi lain birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan. Proses reformasi yang harus dilakukan birokrasi nampaknya bukan hal yang mudah karena harus memformat ulang dengan penuh kritik dan tindakan korektif struktur dan konfigurasi birokrasi itu dari yang serba sakral feodal ke serba rasional dan profesional. Proses reformasi dari berfikir nuansa serba priyayi (ambtenaar) ke arah birokrasi dengan konfigurasi otoritas yang rasional, yang dalam tataran empirik dari budaya minta dilayani menjadi budaya melayani sebagai abdi masyarakat (public service). Menurut konsep birokrasi Weberian bahwa kekuasaan ada pada setiap hirarki jabatan.

Semakin tinggi hirarki tersebut semakin tinggi kekuasaannya. Demikian sebaliknya semakin rendah hirarkinya akan semakin rendah pula kekuasaannya. Rakyat adalah paling rendah hirarkinya sehingga ia tidak mempunyai kekuasaan apapun. Disiplin birokrasi model Weber menyatakan bahwa hirarki bawah tidak boleh berani atau tidak boleh melawan kekuasaan hirarki atas (dalam Thoha, 1999). Tugas utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat. Demikan pentingnya pelayanan publik oleh pemerintah ini sehingga sering dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu rezim pemerintah, terlebih sekarang ketika paradigma Good Governance (kepemerintahan yang baik) dikedepankan dimana akuntabilitas, efektivitas dan efesiensi dijadikan tolok ukur dalam pelayanan sektor publik.

Permasalahan

Sebagaimana telah dinyatakan dalam pendahuluan bahwa tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat. Sementara itu dari banyak hasil kajian, masih dijumpai keengganan pemerintah untuk melakukan pelayanan dengan baik. Aparatur birokrasi melakukan pembiaran atas tuntutan publik; digunakannya birokrasi sebagai alat untuk mengonsentrasikan sumber-sumber produksi. Dengan demikian masalah utamanya adalah bagaimana usaha yang dilakukan agar birokrasi dapat memberikan pelayanan secara efektif dan efesien kepada masyarakat?.

Pembahasan

Reformasi birokrasi di Indonesia diarahkan pada perubahan dalam pelayanan kepada masyarakat, termasuk didalamnya aparat yang dalam struktur organisasi birokrasi. Perubahan masyarakat diarahkan pada development. Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto (1977) bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat.

Istilah efektivitas dan efisiensi merupakan konsep engineering yang diadaptasi dari sektor privat, yang kemudian dalam perkembangannya diterapkan dalam sektor publik yakni pemerintah. Apabila membicarakan efektivitas dan efisiensi maka harus dihubungkan dengan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Dalam pelayanan publik apabila kedua hal diperbandingkan maka efektivitas jauh lebih penting dari efisiensi. Akan tetapi walaupun pelayanan publik lebih menekankan efektivitas daripada efeisiensi, dalam tataran praktis konsep efektivitas tidak dapat dipisahkan dari konsep efisiensi. Unsur efisiensi adalah salah satu determinan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan bisa dikategorikan efektif atau tidak sebagaimana pendekatan ketiga.

Sementara itu Birokrasi diartikan sebagai kekuasaan atau pengaruh dari para kepala dan staf biro pemerintah. Dalam pengertian selanjutnya birokrasi adalah pegawai pemerintah, yang menjalankan dan menyelenggarakan tugas yang ditentukan oleh konstitusi, menjalankan program pembangunan, pelayanan publik, dan penerapan kebijakan pemerintah, yang biasanya disebut pegawai Sipil. Dalam hal di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Aparatur Pemerintah. Aparatur pemerintah adalah orang-orang yang dipercaya dan diberi mandat oleh negara dan rakyat untuk mengelola pemerintahannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian maka efektivitasnya harus diukur berdasarkan sejauh mana kemampuan pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dan ukurannya antara lain adalah seberapa tinggi tingkat pelayanan kepada masyarakat baik dibidang kesehatan, pendidikan dan lainnya (Gaspersz, 2002).

Segala bentuk upaya pemerintah dalam mengeluarkan produk kebijakannya semata-mata dimaknai sebagai manifestasi dari fungsi melayani orang banyak. Walaupun persepsi ini mengandung titik–titik kelemahan, namun sampai saat ini pemerintah yang diwakili oleh institusi birokrasi tetap saja diakui sebagai motor penggerak pembangunan. Pemaknaan birokrasi sebagai organ pelayanan bagi masyarakat luas tentu merupakan pemaknaan yang bersifat idealis, dan pemaknaan ideal terhadap fungsi pelayanan yang diperankan birokrasi tidaklah bisa menjelaskan orientasi birokrasi.
Pola patron-client yang kental menjadikan ciri birokrasi menjadi berdampak mematikan inisiatif masyarakat, kualitas pelayanan masyarakat menjadi tidak efisien, karena praktek birokrasi yang terlalu hirarkis sehingga keputusan selalu ada di pejabat atas. Hal ini akan berakibat juga kreativitas, inisiatif dan sikap kemandirian birokrasi dalam memberikan pelayanan menjadi kurang, sehingga pelayanan dinilai oleh masyarakat menjadi lamban dan berbelit-belit.

Segi yang lain terjadilah pelayanan yang high cost karena agar cepat client diwajibkan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang sengaja dibuat agar menyulitkan pelanggan (Rozi, 2006). Birokrasi di Indonesia masih tampak menjaga jarak sosial (social distance) yang terlalu jauh dengan kelompok sasarannya yakni publik dan pengguna jasa layanan, sehingga rakyat nyaris dalam situasi yang tidak berdaya (powerless) dan tidak memiliki pilihan (Tjokrowinoto, 2001).

Dengan kondisi yang demikian itulah maka penerapan organisasi pelayanan publik yang berorientasi pada kemanusiaan akan sulit dilakukan. Budaya dasar birokrasi lebih banyak bersandar pada etos feodalisme. Lalu pertanyaanya bagaimana upaya yang dilakukan agar birokrasi mampu melaksanakan misi utama yakni memberikan pelayanan secara efektif dan efisien kepada masyarakat. Jawabannya harus dengan melakukan perubahan atau reformasi, bukan saja terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur, sikap dan tingkah laku/etika (the ethics being).
Upaya reformasi yang berkaitan dengan proses dan prosedur relatif lebih mudah dilakukan, karena sebagian besar berkait dengan proses administrasi, akan tetapi yang lebih fundamental adalah bagaimana melakukan perubahan sikap dan perilaku (the ethics being), sehingga birokrasi sebagai mesin pemerintah dapat berjalan dengan baik menuju ke tujuan yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat tanpa melakukan hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan moral dan etika.

Dimensi etika berkaitan dengan skill based issues yang selama ini kurang tersentuh sebagai wacana perubahan. Terlebih di Indonesia dimana masyarakatnya adalah masyarakat paternalistik yang banyak bergantung pada dimensi para pemimpin sebagai panutan, termasuk didalamya dalam melakukan tugas penyelenggaraan negara. Dalam konteks ini etika merupakan nilai-nilai moral yang mengikat seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur sikap, perilaku tindakan dan ucapannya dalam melaksanakan tugas, kewenangan dan fungsinya. Suatu profesi selalu memerlukan landasan etika yang menjadi acuan untuk bertindak anggotanya sehingga citra, kehormatan dan eksisitensinya terjaga.

Pernyataan moral merupakan sesuatu yang normatif, pernyataan normatif berarti mengandung penilaian apa yang baik dan apa yang buruk. Sebagaimana disitir dari Sunaryati Hartono, makna etika mengandung moral, keinginan untuk maju, semakin sejahtera dan semakin makmur dan hidup tertatur damai, sebagai perilaku, baik masyarakat dan negara. Oleh karenanya maka setiap penyelenggara negara harus berakhlak mulia, tepat janji, jujur, disiplin, adil, taat hukum, hati-hati dan cermat, sopan santun, dan kesetaraan. Untuk dapat melakukan itu maka perubahan cara berfikir birokrasi harus dilakukan. Perubahan etika ini akan berkaitan dengan perubahan budaya organisasinya yakni budaya yang diperlakukan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang dilandasi oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas pekerjannya setiap hari.

Pelaksanaan budaya kerja ini seharusnya dilakukan sebagai langkah awal dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Birokrasi sebagai komponen pemerintah harus dikembalikan lagi untuk hanya terfokus kepada fungsi, tugas prinsip pelayanan publik (public service). Birokrasi harus netral dan bukan sebagai alat politik, sehingga ia bebas untuk bersinergi dan berinteraksi dengan customer’s oriented yang pada hakikatnya adalah kepentingan pelayanan untuk masyarakat. Netral dalam arti siap menjadi pelayan publik yang bebas dari intervensi kekuatan politik.
Untuk melaksanakan konsep etika sebagaimana tersebut diatas maka Denhardt sebagaimana dikutip oleh Sugiyanto (2004) melakukan strategi sebagai berikut:
1. Membangun iklim etika dalam organisasi publik, strategi ini mengisyaratkan pentingnya membangun perilaku etis aparat publik melalui kekuatan kepemimpinan (strong leadership) dalam menciptakan iklim beretika, sehingga etika dijadikan sesuatu yang bernilai dan mendorong upaya ke arah penciptaan komunikasi yang terbuka. Karena bagaimanapun terlebih di Indonesia pemimpin adalah model bawahannya. Mengelola etika bukan sekedar membuat standar-standar berperilaku dan merekrut pegawai yang berkarakter moral tetapi juga termasuk menganalisis budaya organisasi, kerja sama untuk membangun budaya yang menjadikan nilai yang tinggi akan integritas etika, mengembangkan kebijakan, prosedur serta sistem yang memungkinkan anggotanya mempunyai integritas etika.
2. Mengembangkan Ethics Audit, yakni suatu metode untuk menilai standar moral yang dijadikan pedoman perilaku dalam organisasi dan termasuk penilaian untuk mereview aktivitas orang-orang dalam organisasi.
3. Mengembangkan program pelatihan etika pemerintahan, dengan harapan dapat menjamin sosialisasi dan internalisasi etika bagi pegawai. Termasuk didalamnya adalah membangkitkan semangat moral para aparat untuk menjadikan etika sebagai acuan berperilaku melalui komunikasi.
4. Mengembangkan standar berperilaku yang membatasi tindakan aparat publik, dengan cara meregulasi standar-standar perilaku yang telah menjadi prioritas dalam mengelaborasi nilai-nilai dasar moral.
5. Menjamin integritas etika dalam pekerjaan sehari-hari dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang menjamin transparansi dan integritas etika, rekrutmen dan promosi berdasarkan meryt system dan pertimbangan etika, membuat regulasi, kontrol, dan rotasi jabatan yang ketat, dan membuat kebijakan-kebijakan yang transparan yang dapat meminimalisir konflik.
6. Mengambil tindakan tegas terhadap bentuk-bentuk penyelewengan. Dengan demikian maka dimensi etika dalam pemerintahan harus dipahami secara jelas dan benar bahwa etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip moral dan bagaimana prinsip-prinsip moral tersebut dapat diterapkan. Oleh karenanya dalam etika bukan sekedar formulasi norma-norma yang akan disepakati bersama akan tetapi juga berbicara mengenai strategi aplikasi dan pentingnya aspek manajerial yang akan menjadikan etika sesuatu yang dinamis dan realistik.



Daftar Pustaka

Gaspersz, Vincent, 2002, Sistem Manajemen Terintegrasi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
Rozi, Syafuan, 2006, Zaman Bergerak, Birokrasi Dirombak, Pustaka pelajar, Yogyakarta.
Sugiyanto, dkk, 2004, Etika dalam Penyelenggaraan Negara, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Susanto, Astrid.S, 1977, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Binacipta, Bandung.
Tjokrowinoto, Moeljarto, 2001, Birokrasi dalam Polemik, Pustaka Pelajar offset, Yogyakarta.
Toha, Mifthah, 1999, Desakralisasi Birokrasi Publik, dalam Menyoal Birokrasi Publik, BalaiPustaka Jakarta.

Senin, 24 Oktober 2011

Awal Penciptaan Manusia


Menurut Iman katolik
AWAL PENCIPTAAN MANUSIA
Manusia diciptakan sangat istimewa oleh Allah, yaitu menurut gambar Allah sendiri. Dengan demikian, manusia adalah makluk ciptaan termulia, paling sempurna dan paling berharga dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan Tuhan lainnya.

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan dicptakan-Nya mereka.” (Kej 1: 27).
·  TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk :
1. Menyembah, memuji dan memuliaan Tuhan:

….dan ia berseru dengan suara nyaring: “Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat pengahkiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air.”( Wahyu 14: 7 ).

2. Beranak cucu memenuhi muka bumi dan menaklukkan bumi(alam semesta) serta segala isinya.

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”( Kejadian 1: 28 ).
·  HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Manusia diciptakan untuk menjadi kesayangan Allah. Karena “Allah adalah Kasih ( 1 Yohanes 4: 16 ), maka walaupun manusia pertama Adam dan Hawa telah jatuh dalam dosa, namun Allah tetap mengasihi manusia, Allah sungguh menginginkan hubungan yang akrab lagi dengan manusia seperti sebelum jatuh dalam dosa, asalkan manusia mau bertobat dari dosa-dosanya sebagaimana ditunjukkan dalam ayat-ayat berikut :

Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakanya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat Aku telah melukiskan engkau ditelapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku. ( Yesaya 49; 14-16)

“Dengarkanlah Aku, hai kamu keturunan Yakup, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.”( Yes 46: 3-4 ).

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. ( Yoh 3: 16).

Dan kepada pihak manusia Allah menetapkan hukum yang pertama dan terutama yang harus dilaksanakan oleh manusia yang terkenal dengan nama hukum kasih :

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu ( Ulangan 6: 5).

Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.”( Matius 22: 37-38)
·  HUBUNGAN MANUSIA DENGAN SESAMANYA
Allah menetapkan hukum yang kedua yang sama dengan hukum kasih yang pertama yaitu:

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri ( Matius 22: 39 ).

Sesama di sini adalah tanpa pandang bulu, tidak di batasi oleh golongan, suku, agama, etnis, daerah, dsb. Maka Tuhan Yesus, memerintahkan kepada para pengikut-Nya untuk mengasihi mereka yang memusuhi mereka sekalipun, sebagai mana di nyatakan dalam ayat-ayat berikut:

Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang disorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu di sorga adalah sempurna ( Matius 5: 38-39,43-48).

“Jikalau seorang berkata “Aku mengasihi Allah “, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. ( 1 Yohanes 4: 20 ).

Dengan kata lain, umat Nasrani yang mengasihi sesamanya masih atas dasar golongan, suku, etnis, bangsa, dsb. belumlah benar-benar menjadi pengikut Yesus yang sebenarnya. Maka seyogianya jati diri seorang Nasrani yang beriman adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, dalam keadaan apapun, kapanpun, di manapun dan dengan alasan apapun.
Yang dimaksudkan dengan kasih, manifestasinya dirumuskan sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat beritut :

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama seperti gong yang berkumanadang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita karena ketidak adilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubut kita tidak sempurna. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih ( 1 Korintus 13: 1-7, 13 ).
·  HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM SEKITARNYA
Bumi yang didiami manusia hanya satu, dan bumi dengan segala isinya adalah rahim kehidupan manusia. Jika bumi sakit, apalagi sampai rusak atau hancur, maka rusaklah sumber kehidupan manusia, dengan kata lain umat manusia berada pada ambang kehancuran total, atau kepunahan.

Dalam kitab Kejadian dikatakan bahwa:

“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik ( Kej 1: 31 ).

Dengan demikian pada awal mula penciptaan, Allah melihat bumi ciptaan-Nya dengan segala isinya itu semuanya baik. Namun sejak manusia pertama Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa, maka mulailah sejarah hidup manusia yang penuh dengan penderitaan. Untuk menyambung hiduppun, manusia harus bekerja keras sebagai mana dikatakan dalam kitab kejadian:

“Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” ( Kej 3:19 ).

Bumi dengan segala isinya yang tadinya diciptakan Allah dalam keadaan sangat baik itu, berangsur-angsur menjadi rusak, sebagian besar karena ulah manusia itu sendiri. Dimana-mana terdapat lingkungan yang semakin rusak, hutan-hutan menjadi gundul, akibatnya sumber-sumber air menjadi kering, pada musim hujan terjadi bahaya banjir. Manusia terancam oleh bahaya kemiskinan, dan munculnya macam-macam penyakit yang sulit disembuhkan. Kedepan manusia berada pada ambang kepunahan seperti kepunahan binatang Dinosaurus.

Dalam Kitab kejadian juga dikatakan bahwa manusia diciptakan sangat istimewa oleh Allah, yaitu menurut gambar Allah sendiri :

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan dicptakan-Nya mereka.” (Kej 1: 27).

Kesadaran manusia sebagai “gambar Allah”,”wakil Allah”,”pusat dunia” ini rupanya oleh kesombongan manusia telah menyeret manusia menjadi pengisap alam semesta, penguasa sewenang-wenang terhadap ciptaan lain. Kesadaran itu seharusnya mengundang manusia ikut serta mengatur, memelihara, menciptakan kembali dunianya. Tetapi ternyata, khususnya dalam abad ke-20 ini, manusia tidak menjalankan tugas ini dengan baik. “Keseimbangan lingkungan yang halus, dijungkir balikkan dengan menghancurkan secara membabi buta hidup binatang-binatang dan tumbuhan atau dengan menghabiskan sumber-sumber alam secara tak bertanggung jawab ,” kata Paus Yohanes Paulus II dalam Amanat bagi Hari Perdamaian Dunia, 8 Desember 1989 (Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996).


Sumber-sumber alam, seperti minyak, logam, mineral, dihabiskan tanpa memikirkan masa depan. Produksi barang-barang kimia, seperti plastik, tetapi juga pestisida, meracuni alam dan memenuhi dunia dengan sampah yang bertimbun-timbun. Pencemaran oleh industri dan pupuk buatan merusak tanah, air dan juga udara. Segala macam obat untuk manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, mempunyai aneka macam akibat samping yang tak terkendalikan. Energi atom dan terutama senjata-senjata nuklir merupakan ancaman terus-menerus bagi kehidupan dunia. Banyak tindakan manusia merubah struktur alam, tidak hanya di tempat yang bersangkutan tetapi di seluruh dunia, bahkan sering tanpa diketahui orang. Seluruh alam semesta, sampai lapisan ozon yang meliputi dunia, telah terkena pencemaran lingkungan. Malahan, tidak cukup menyebut hanya kerugian besar yang sudah dibuat terhadap lingkungan alam. Juga seharusnya memberi perhatian, dan malah lebih banyak, kepada apa yang setiap hari harus diderita oleh orang-orang karena segala macam pencemaran, makanan buatan atau yang berbahaya, lalu lintas yang tak terkendalikan yang membuat udara tidak sehat lagi (Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996).

Manusia, yang menemukan kemampuannya untuk mengubah dan dalam arti tertentu menciptakan dunia dengan usahanya sendiri, lupa bahwa semua itu berdasarkan karya Allah yang sebelumnya secara dasariah menyediakan semua yang hal yang ada. Manusia mengira bahwa ia dapat memanfaatkan dunia semaunya, dengan menundukkannya tanpa batas pada kehendaknya sendiri; seolah-olah tidak ada syarat-syarat tertentu dan tujuan yang oleh Tuhan sendiri diletakkan di dalamnya, dan yang memang dapat dikembangkan oleh manusia, tetapi tidak boleh disangkal. Manusia tidak mau memainkan peranannya dengan bekerjasama dengan Allah, tetapi mau menduduki tempat Allah sendiri dan dengan demikian malah menimbulkan semacam pemberontakan pada pihak alam, yang lebih dijajah olehnya daripada diatur (Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996).

Dalam Konggres International mengenai Ekologi, 25 Agustus 1990, Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa :"Masalah lingkungan sekarang menjadi begitu luas, sehingga tidak hanya dituntut perhatian kita yang penuh, tetapi juga keterlibatan total, baik pada taraf ilmu maupun dalam keputusan politik. Penemuan kembali keseimbangan dalam lingkungan hanya dapat terjadi kalau mau kembali kepada pemahaman yang benar mengenai kuasa manusia atas alam (Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996). Sehubungan dengan itu, maka ada tiga hal yang harus menjadi perhatian oleh seluruh umat manusia, yaitu:
1). Manusia tidak mungkin memakai seenaknya aneka macam makluk, entah hidup entah tidak - binatang, tumbuh-tumbuhan, bahan-bahan mentah - menurut kehendaknya sendiri, sesuai dengan kebutuhan ekonomis sendiri. Sebaliknya harus diperhitungkan kekhususan masing-masing dan hubungan timbal balik dalam suatu sistem tersusun, yang disebut 'kosmos".
2). Perlu disadari bahwa sumber-sumber alam itu terbatas; dan ada yang tidak dapat diperbaharui lagi. Jika dipakai dengan merasa seolah-olah tidak dapat habis, dengan semacam penguasaan mutlak, maka akan ada bahaya sungguh-sungguh bahwa tidak lagi tersedia, bukan hanya untuk angkatan ini, tetapi terutama untuk angkatan-angkatan yang akan datang.
3). Perlu menyadari bahwa akibat langsung atau tidak langsung dari Industri, yang semakin kerap terjadi, ialah pencemaran lingkungan, dengan konsekwensi berat untuk kesehatan masyarakat.
·  PERANAN MANUSIA DALAM MEMELIHARA DAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP

Selain manusia diciptakan sangat istimewa oleh Allah, yaitu menurut gambar Allah sendiri, sebagaimana dikemukakan di atas, manusia juga disuruh untuk beranak cucu dan bertambah banyak serta menaklukkan bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Kejadian :

Dengan demikian selain manusia diminta untuk beranak cucu, tetapi juga untuk menaklukkan bumi, dalam pengertian untuk mengelola bumi dengan segala isinya bagi kesejahteraan umat manusia itu sendiri.

Dengan akal budinya, manusia dapat merencanakan sesuatu, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil pelaksanaan, serta menetapkan langkah-langkah perbaikan. Manusia juga diberi kemampuan oleh Allah untuk memelihara bumi dengan segala isinya. Dengan demikian manusia adalah rekan sekerja Allah. Ini merupakan suatu kehormatan luar biasa bagi manusia untuk ikut serta dalam perbaikan dan pembaharuan dunia ke arah keadaan yang lebih baik.

Di dunia ini terdapat manusia yang tergolong mampu ( keuangan, pendidikan dan kekuasaan ), dan ada pula yang tergolong tidak mampu. Tanggung jawab pemeliharaan alam dengan segala isinya adalah tanggung jawab semua orang. Akan tetapi orang yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, disuruh seperti apapun, tidak akan dapat berbuat sesuatu apapun. Oleh karena itu, agar supaya semua orang dapat berperan serta secara optimal dalam memelihara dan melestarikan alam, maka setiap orang harus diberdayakan sehingga memiliki kemampuan. Sebab orang hanya dapat melakukan sesuatu dengan apa yang dimilkinya. Karenanya, yang kuat harus membantu memberdayakan yang lemah, yang kaya harus membantu memberdayakan yang miskin, dan yang cerdas harus membantu memberdayakan yang kurang cerdas. Memberdayakan dapat dilakukan dengan pelatihan dan pendidikan, memberikan modal usaha, membukakan lapangan kerja, dan melakukan bimbingan. Perlu disadari bahwa kesalingtergantungan jauh lebih tinggi nilainya dari pada kemandirian. Secara sendiri-sendiri saja, pasir, semen, besi beton, kapur, air, tidak mempunyai kekuatan. Tetapi bila digabung, akan memiliki kekuatan yang luar biasa yang mampu menopang gedung bertingkat 50-an sekalipun. Maka, agar supaya manusia dapat bermanfaat secara optimal dalam memelihara dan melestarikan bumi, manusia itu harus mau berkerja sama secara adil dan tulus dengan sesamanya tanpa memandang, golongan, agama, etnis dan status. Tiap-tiap orang harus harus saling memberi bermanfaat bagi sesamanya.

Jika yang kuat tidak peduli untuk memberdayakan yang lemah, maka akan terus terjadi ketimpangan yang semakin mencolok dalam penguasaan sumber daya alam dan kehidupan, akibatnya masyarakat yang termargilkan dan telah terdesak oleh kebutuhan hidup sehari-hari, demi memenuhi kebutuhan hidupnya, akan mulai merusak alam lingkungannya seperti membabat dan membakar hutan lindung, melakukan perampokan, pencurian, serta mudah diprovokasi untuk melakukan kerusuhan dan penjarahan, dan segala macam tindakan pengrusakan yang lain. Pada gilirannya, orang-orang yang tadinya memiliki kemampuan, secara langsung ataupun tidak langsung pasti akan mengalami akibat ataupun dampaknya juga.

Firman Tuhan sebagaimana ditulis dalam Surat Rasul Yakobus telah mengingatkan orang-orang mampu dalam hal ini orang-orang kaya yang tidak memperhatikan nasib kaum buruh miskin bahwa mereka sendiri akan mengalami penderitaan akibat ulah perbuatan mereka yang hanya mementingkan diri sendiri :

"Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu ! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir. Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ketelinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu. Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan. Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu." ( Yak 5: 1-6).
·  KESIMPULAN
1. Manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan paling sempurna dibandingkan dengan makluk ciptaan Tuhan yang lain.
2. Manusia diciptakan dengan tujuan untuk menyembah, memuji dan memuliakan Tuhan; beranak cucu untuk penuhi muka bumi dan menaklukkannya.
3. Sebelum manusia jatuh dalam dosa, manusia mempunyai hubungan yang dekat sekali dengan Tuhan.Dalam kedaan dekat dengan Tuhan, manusia mengalami kebahgiaan dan damai sejahtera. Akan tetapi walaupun manusia telah jatuh dalam dosa, Tuhan tetap mengasihi manusia, dan menginginkan hubungan yang akrab dengan manusia seperti sebelum manusia jatuh dalam dosa, melalui pertobatan mereka dari dosa-dosanya. Kepada pihak manusia, Tuhan menetapkan hukum kasih-Nya yaitu : “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.”( Matius 22: 37-38).
4. Kaitan dengan hubungan sesamanya, Tuhan menetapkan hukum agar manusia harus mengasihi sesamanya sama seperti mereka mengasihi dirinya sendiri. Sesama yang dimaksud di sini adalah semua orang tanpa dibatasi oleh golongan, agama, suku, dan etnis.
5. Kaitannya dengan lingkungannya, manusia diberi kuasa oleh Tuhan untuk menaklukkannya. Menaklukkan di sini bukan artinya menghancurkannya, melainkan memelihara dan melestarikannya demi keselamatan umat manusia itu sendiri. Akar permasalahan dari kerusakan lingkungan hidup adalah karena kesombongan, keserakahan dan krisis iman umat manusia. Lingkungan hidup yang sedang mengalami ancaman kerusakan serius, perlu kepedulian manusia untuk memelihara dan melestarikannya. Tanpa kecuali, semua orang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Minggu, 23 Oktober 2011

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia


SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
MAKALAH PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA



Dosen Pembimbing:
ANANG SUGIARTO

Disusun oleh:
Nama                   : AKASIUS AKANG
NIM            : 2011210005
Fakultas      : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan       : Ilmu Administrasi Negara



UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG
TAHUN AJARAN 2011/2012







DAFTAR ISI
Daftar isi……………………………………………………...............................      2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………........     3
Latar Belakang dan Permasalahan  Pokok …………………………..................       3
Ruang Lingkup……………………………………………………………….....      4
Tujuan Penulisan………………………………………………………………..       5
Manfaat Penulisan ………………………………………………………………     5
Metode Penulisan…………………………………………………………….....      5
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….     5
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia……………………………………....       5
Bahasa melayu………………………………………………………………….       5
Bahasa melayu menjadi Bahasa Indonesia………………………………...........      7
Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi Perkembangan Bahasa Indonesia……       7
Upaya peningkatan dan pengembangan Bahasa Indonesia……………………...     9
BAB III PENUTUP……………………………...................................................    10
Kesimpulan ………………………………………………………......................      10
Saran………………….........................................................................................      11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...     11















BAB I 
PENDAHULUAN
1.1
. Latar Belakang dan pokok permasalahan
Pada umumnya orang mengetahui bahwa bahasa lndonesia yang sekarang berasal dari bahasa Melayu. Istilah bahasa Melayu sendiri mengacu pada bahasa Melayu Riau, yaitu bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia II berkecamuk. Beberapa bahasa daerah juga memberikan sumbangan kepada bahasa Indonesia, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain. Bahkan, bahasa Indonesia juga mendapat sumbangan dari bahasa Barat. Penerbitan buku di Leiden dengan judul European Loan Words in Indonesian: A Checklist of Words of European Origin in Bahasa Indonesia and Traditional Malay tahun 1983 mengingatkan tentang sumbangan bahasa-bahasa Barat kepada bahasa Indonesia.“Apa sumbangan bahasa Melayu Riau terhadap bahasa Indonesia? Akankah semua kata yang berada dalam kamus Melayu dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia? Bagaimana dengan tata bahasanya?” Penulis memperkirakan hal ini sama dengan berbagai buku tentang gramatika bahasa Melayu yang juga dapat dianggap membicarakan bahasa Indonesia. Kalau demikian jalan pikiran kita, maka kita hanya mengganti nama saja, yaitu dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Akan tetapi, cara seperti ini tentunya bukan satu-satunya jalan untuk melihat persoalan (Anwar, 1980: 24–27). Selain diperingati sebagai bulan Sumpah Pemuda, bulan Oktober juga diingat sebagai bulan pengukuhan bahasa persatuan, bahasa Indonesia.“Apakah sesudah peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 kita sudah benar-benar mempunyai bahasa Indonesia, atau lebih tepat lagi menanamkan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia? Ataukah pada waktu itu orang Indonesia menganggap bahwa bahasa Melayu Riau sama dengan bahasa Indonesia?” Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada kesepakatan bulat di antara golongan nasionalis Indonesia pada waktu itu tentang hal tersebut. Banyak orang yang menginginkan kemerdekaan Indonesia, namun tidak setuju bahasa Melayu disebut bahasa Indonesia. Penulis sudah pernah membahas masalah ini di buku lain (Anwar, 1980: 24–27). Barangkali alasan yang paling kuat mengenai status bahasa Indonesia ialah sejak didirikannya Republik Indonesia, sebab dalam Undang Undang Dasar 1945 disebutkan nama bahasa Indonesia. Namun, pernyataan ini tentu hanya dari sisi dasar hukumnya. Pembahasan ini sebaiknya juga menyinggung sedikit tentang bahasa Melayu Riau.“Apakah penggunaan istilah bahasa Melayu Riau sudah benar?” Penulis berpendapat bahwa adanya istilah itu bukan karena berbagai dialek yang digunakan sehari-hari oleh penduduk yang terdapat di daerah Riau, namun karena telah berkembangnya suatu ragam bahasa baku di Kesultanan Riau masa lampau yang dipergunakan sebagai alat komunikasi resmi atau formal. Ragam bahasa formal ini tidak hanya terdapat di daerah Riau saja, tetapi juga di daerah lain, seperti Aceh, Palembang, beberapa daerah di Kalimantan dan Halmahera. Dengan kata lain, ragam bahasa formal itu terdapat di seluruh dunia Melayu. Untuk membicarakan perkembangan bahasa Melayu, analisis dunia Melayu sangat penting. Penulis teringat pada usaha Dr. Russell Jones di London untuk mencarikan suatu istilah dalam bahasa Inggris sebagai pengganti “the Malay World”. Apabila secara ketat kita hendak membatasi bahasa Melayu di Riau saja, penulis kira kurang tepat, walaupun di masa lampau istilah bahasa Melayu Riau sering digunakan. Kalau penulis tidak salah tafsir, implikasi dari istilah bahasa Melayu Riau itu ialah bahasa Melayu tinggi, bahasa Melayu formal, dan bahasa Melayu baku. Penulis memperkirakan hal ini ada hubungannya dengan pendidikan di Sekolah Raja di Bukittinggi. Bahasa Minangkabau juga merupakan bahasa Melayu, namun berbeda dengan bahasa Melayu Riau, karena posisi bahasa Melayu Riau; sebagai bahasa Melayu tinggi tadi. Guru-guru di Minangkabau di masa lampau sering menggunakan istilah bahasa Melayu Riau; sebuah istilah yang mereka peroleh dari guru-guru berbangsa Belanda. Bahasa Indonesia adalah salah satu kebanggaan bangsa kita, sebab-sebabnya sangat jelas, tanpa bahasa nasional itu, kemerdekaan tidak akan tercapai dan persatuan bangsa tidak akan tergalang.  Namun, tampaknya kebanggaan itu tidak di sertai sikap kritik untuk menelaah bagaimana hal itu dapat terjadi dan apa yang dapat kita petik sebagai pengalaman kemajuan bangsa pada masa-masa yang akan datang. Dengan kata lain, kajian tantang sejarah bangasa Indonesia masih kurang/ tidak sungguh-sungguh diminati orang, maka dengan makalah ini akan menerangkan tentang sejarah sejarah bahasa Indonesia tersebut, yang mulaidigunakan pertama kali pada sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928.

           Dari pendahuluan di atas dapat di rumuskan beberapa masalah yaitu:
1.      Bagaimana sejarah terbentuknya bahasa Indonesia?
2.      Apa yang menyebabkan bahasa melayu di pilih sebagai bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia?
3.      Apa saja yang dapat dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia?
1.2. ruang Lingkup
Ruang lingkup bahasa ini adalah pembahasan tentang sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Dalam hal ini pembahasan menitik beratkan pada awal mulanya lahirnya bahas Indonesia yang dipakai sampai saat ini warga Negara Indonesia sebagai bahasa pemersatuan.
1.3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya bahasa Indonesia.
2.      Untuk mengetahui mengapa bahas melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia.
3.      Untuk mengetahui apa saja yang dapat dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia.
1.4. Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan informasi kepada pembaca tentang sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
2.      Sebagai ajang berpikir ilmiah dan kreatif bagi penulis.
1.5. Metode penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode kepustakaan, untuk mendapatkan data-data dari sumber pustaka.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.
2.2.Bahasa Melayu
Telah dikemukakan pada beberapa kesempatan, mengapa bahaasa melayu dipilih menjadi   bahasa nasional bagi Negara Indonesia yang merupakan suatu hal yang mengembirakan. Dibandingkan dengan bahasa lain yang dapat dicalonkan menjadi bahasa nasional, yaitu bahasa jawa(yang menjadi bahasa ibu bagi sekitar setengah penduduk Indonesia, bahasa melayu merupakan bahasa yang kurang berarti. Di Indonesia, bahasa itu diperkirakan hanya dipakai oleh penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai diseberang pantai Sumatera. Namun justru karena pertimbangan itu bahasa jawa akan selalu dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan. Alasan kedua, mengapa bahasa melayu lebih diterima daripada bahasa jawa, tidak hanya secara fonetis dan morfologis tetapi secara reksikal, seperti diketahui bahasa jaawa mempunyai beribu-ribu morfen leksikal dan bahkan beberapa yang bersifat gramatikal. Faktor yang paling penting adalah juga kenyataannya bahwa bahasa melayu mempunyai sejarah yang panjang sebagai ligua france. Dari sumber-sumber China kuno dan kemudian juga dari sumber Persia dan Arab, kita ketahui bahwa kerajaan Sriwijaya di sumatera Timur paling tidak sejak abad ke-7 merupakan pusat internasional pembelajaran agama Budha serta sebuah Negara yang maju yang perdaganganya didasarkan pada perdagangan antara China, India dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Bahasa melayu mulai dipakai dikawasan Asai Tenggara sejak Abad ke-7. Bukti-bukti yang enyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan bukit karangka tahun 683 M(Palembang), talangtuwo bearngka tahun 684 M (Palembang), kota kapur berangka tahun 686 M(bukit barat)Karang Birahi berangka tahun 688 M(jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari berbahasa melayu kuno. Bahasa kuno itu hanya dipakai pada zaman sriwijaya saja karena dijawa tengah(banda suli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa melayu kuno. Pada zaman Sriwijaya, bahasa melayu juga dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahsa melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di Nusantara. Bahasa mekayu dipakai sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara. Informasi dari seorang ahli sejarah china I-Tsing yang belajar agama Budha di Sriwiajya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen Loen (I-Tsing:63-159), Kou Luen (I-Tsing :183),K’ouen loven(Ferrand,1919), Kw’enlun (Alisyahbana),1971 :0001089), Kun’lun (partikel, 19977 :91), K’un-lun (prentice 1978 :19), yang berdampingan dengan sanskert. Yang dimaksud dengan Koen-Luen adalah bahasa perhubungan (lingua france)dikepulauan Nusantara, yaitu bahasa melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa melayu tampak makin jelas dari peninggalan-peninggalan kerajaan islam, baik yang berupa batu tertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil-hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti syair Hamzah Fansuri, hikayat raja-raja Pasai, sejarah melayu, Tajussalatin dan Bustanussalatin. Bahasa melayu menyebar kepelosok nusantara bersama dengan menyebarnya agama islam diwilayah nusantara bahasa melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antara pulau, antara suku, antara pedagang, antar bangsa, dan antar kerajaan karena bahasa melayu tidak mengenal tutur.

2.3. Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia
Bahasa melayu dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa melayupun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komikasi rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928.Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.  Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa disamping fungsinya sebagai alat
komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu cirri cultural, yang kedalam menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.

2.4. Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia
1. Budi Otomo
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan,. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan barat.
2. Sarikat Islam
Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik juga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak pernah mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.
3. Balai Pustaka
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut:

a.         Meberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptaannya dalam bahasa melayu.
b.         Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
c.         Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami olehbangsanyadanhal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
d.         Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
4. Sumpah Pemuda
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres pemuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu. Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda. Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.

2.5. Upaya peningkatan dan pengembangan bahasa Indonesia
Bahasa adalah yang terpadu dengan unsure-unsur lain didalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama, bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai bedaya. Pikiran dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Perkembangan kebudayaan Indonesia kearah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
1.         Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang
pendidikan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah meminkan peran guru untuk menimgkatkan minat baca sehingga bahasa Indonesia dapat dikembangkan pada semua mata pelajaran.
2.         Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang komunikasi.
Medi massa merupakan salah satu saran ayang pentinng untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dlam rangka pembangunan bangsa karena media massa telah memberiakan perkembangan yang berharga dalam pertumbuhan bahasa Indonesia melalui media massa, baik secara tertuis maupun lisan. Ada kata yang cenderung kehilangan maknanya yang sesungguhnya dalam ragam lisan ada lafal baku. Disamping itu, dalam keadaan atau kesempatan tertentu masih dipakai bahasa atau bahasa asing.
3.         Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang kesenian
Bahasa Indonesia yang dipergunakan didalam banyak karya sastra cerita anak-anak, lagu, teater dan film menunjukkan adanya banyak ketimpangan. Dalam hal sastra dan buku anak-anak , hal ini disebabkan oleh penggunaan bahasa yang kurang sempurna dari kebanyakan pengarang kita, disamping masi tidak pastinya peranan redaktur dalam penerbitan. Pemakaian bahasa Indonesia dalm film lebih banyak merupakan barang dagangan pemburuk keuntungan bagi pengusaha, penulis skenario yang dipilihnya kebanyakan tidak menguasai teknik penulisan yang baik.


4.         Pembinaan dan pengembangan bahasa dalam kaitannya dengan bidang ilmu dan,
teknologi.
Oleh karena antara bahasa dan alam pemikiran manusia terdapat jalinan yang erat, maka keberhasilan dari pemoderenan itu sangat bergantung kepada corak alam pemikiran manusia Indonesia yang merupakan hasil sintesis antara nilai-nilai yang berakar pada kebudayaan etnis yang tradisional dan nilai-nilai bebudayaan yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Proses sintesis itu dipikirkan sebagai suatu proses yang mempertinggi potensi kreatif yang dapat menjelaskan suatu kebudayaan yang khas Indonesia.



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan 
Dapat disimpulkan dari makalah ini, bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu (bahasa Indonesia) karena :
1.         Bahasa melayu menjadi perwakilan karena bahasa melayu mewakili bahasa yang
dipakai oleh kelompok kecil yang dibandingkan oleh kelompok besar seperti bahasa
jawa. Hal ini untuk menghindari adanya tanggapan pengistimewaan yang berlebihan terhadap bahasa jawa.
2.         Bahasa melayu lebih bersifat linguistik dan tidak memiliki tingkat tutur yang sulit.
3.         Bahasa melayu mempunyai sejra sebagai “Lingua Frace” yang digunakan pada masa
kerajaan sriwijaya mengalami kemajuan /masa kejayaan.



3.2. Saran
Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan diperguna dengan baik oleh pihak luar.





DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E, Daftar Pustaka
Anwar, K. 1980. Indonesia, The Development and Use of a National Language. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
–––––––––– 1976.“Minangkabau Back Rof: The Pioneers of Modern Standard Malay”. Anchipel 12.
Bonneff, M. 1981.“Un Apercu De L‘Influence Des Aspirations Democratiques Sun La Conseption Et, L. Usage Des ‘Niveaux De Langue‘ En Javanais: Le Mouvement Djojo-Dipo Et Ses Prolongements” dalam Papers on Indonesian Languages and Literatures, N. Philips and K. Anwar (Ed.) London & Paris.
Drewes, G. W. J. 1981.“Balai Pustaka and Its Antecedents” dalam Papers on Indonesian Languages and Literatures,
N. Philips and K. Anwar (Ed.) London & Paris.
Teeuw, A. 1980.“The Impact of Balai Pustaka on Modern Indonesian Literature”. Bulletin SOAS, XXXV: 119.
Watson, C. W. 1971 “Some Preliminary Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature”. Bijdragen tot de Taal, Land-en Volkenkunde, CXXVII (4), 417-433.
Prof. Dr. Khaidir Anwar MA., adalah dosen Fakultas Sastra, Universitas Andalas, Padang.